Mualem: 20 Tahun Damai Bukti Aceh Berhasil Selesaikan Konflik
Banda Aceh, Infoaceh.net – Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem, menegaskan bahwa dua dekade perdamaian merupakan bukti keberhasilan rakyat Aceh menyelesaikan konflik bersenjata dengan cara yang bermartabat.
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat membuka Diskusi Internasional 20 Tahun Damai Aceh di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Kamis (14/8/2025).
Acara yang mengusung tema “20 Years of Helsinki MoU: Successes and Challenges” ini dihadiri oleh Wali Nanggroe Aceh, perwakilan Crisis Management Initiative (CMI) – lembaga yang memfasilitasi perundingan Helsinki pada 2005, Ketua Badan Reintegrasi Aceh, para duta besar negara sahabat, bupati/wali kota, akademisi, serta aktivis yang selama ini terlibat dalam kerja-kerja perdamaian.
Mualem, yang juga mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengenang proses panjang yang ditempuh Aceh untuk keluar dari konflik bersenjata yang berlangsung selama puluhan tahun.
Menurutnya, momen 20 tahun damai ini bukan hanya untuk bernostalgia, tapi juga untuk mengokohkan komitmen menjaga perdamaian hingga generasi mendatang.
“Hari ini kita berkumpul dalam suasana persaudaraan pada momen peringatan dua dekade perdamaian Aceh. Ini adalah proses yang harus terus dijaga. Mari kita teguhkan tekad untuk menjaga warisan damai ini, bukan hanya untuk dua dekade, tetapi selamanya,” ujar Mualem.
Ia menekankan bahwa damai yang telah diraih tidak boleh dianggap selesai begitu saja. Tantangan ke depan adalah memastikan seluruh masyarakat, dari pesisir hingga pedalaman, merasakan manfaat nyata dari perdamaian.
Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Jamaluddin menyampaikan bahwa diskusi internasional ini menjadi ruang untuk merefleksikan capaian dan kekurangan selama 20 tahun damai.
Hasilnya akan dirumuskan dalam bentuk rekomendasi kepada Pemerintah Pusat.
“Hasil diskusi publik hari ini akan diserahkan kepada Pemerintah Pusat sebagai referensi dalam penyusunan kebijakan terkait perdamaian Aceh yang menyeluruh dan berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut Jamaluddin, keberlanjutan perdamaian tak hanya membutuhkan keamanan, tapi juga pemerataan pembangunan, keadilan sosial, serta penghormatan pada kekhususan Aceh yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).