Derbi Hendry-Atal di Kongres XXV PWI: Mengungkap Skenario Pemaksaan Kehendak
Pasal di atas sangat kontradiktif dengan pasal 16 ayat 1 KPW, Wartawan yang akan menduduki jabatan atau telah selesai menduduki jabatan sebagai ketua, sekretaris, anggota atau staf di lembaga-lembaga negara seperti, namun tidak terbatas pada, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), Komisi Informasi (KI), Komnas HAM, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Lembaga Sensor Film (LSF), dapat tetap menjadi pengurus PWI pada semua tingkatan karena pekerjaan-pekerjaan tersebut selain untuk melayani kepentingan publik juga tidak mengandung benturan kepentingan dengan tugas-tugas atau prinsip kewartawanan.
Jika dianalisis, pembalikan makna pasal yang bertolak belakang ini jika dibaratkan dari positif menjadi negatif, dari jantan menjadi betina, dari baik menjadi buruk hingga perpindahan pasal dari KPW ke PD-PRT mengindikasikan ada upaya ‘pembunuhan hak’ anggota untuk menjadi pengurus.
Apalagi dalam regulasi aturan pers dan lembaga terkait tidak mencantumkan adanya pelarangan kecuali KPK, KPU, Bawaslu dan DKPP yang memang sudah diatur di lembaga tersebut.
Setelah terjadi perdebatan panjang, akhirnya pasal tersebut dianulir dan diperbaiki dengan dalih kesalahan dalam penginputan data.
Begitulah perjalanan Kongres PWI di Bandung, penuh dinamika dan intrik. Strategi memenangkan calon pemimpin PWI untuk 5 tahun ke depan pun dilakukan dengan berbagai cara.
Perlu perubahan, juga penguatan dan semangat membangun organisasi profesi kewartawan yang kuat adalah tujuan kita bersama.
Banyak hal-hal yang perlu disempurnakan, dan kita percayakan saja kepada mereka yang terpilih menjadi pengurus.
Rumah Besar PWI kini dinakhodai Hendry Bangun bersama Sasongko Tedjo selaku punggawa etik bagi anggota.
Selamat berkarya Bang Hendry & Mas Sasongko, terima kasih Bang Atal dan Bang Ilham. Karyamu tetap kami kenang. Itu saja.