Kemendikbudristek Serahkan Beasiswa Untuk Anak Korban Pelanggaran HAM Berat di Aceh
“Data awalnya ada 77 nama yang kemudian kami lakukan penelusuran melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Hasilnya, diketahui 53 orang merupakan anak usia sekolah dan 19 di antaranya terdata aktif di Dapodik. Lalu ditelusuri kembali dan ternyata tujuh orang sudah masuk dalam Program Indonesia Pintar (PIP), sedangkan sembilan lainnya belum mendapat PIP dan ada di dalam sekolah. Sembilan orang itulah yang kita tetapkan untuk mendapat beasiswa di tahap pertama,” ujar Kahar usai peluncuran program.
Adapun beasiswa dan perangkat sekolah telah diberikan secara langsung kepada sembilan anak korban, satu hari sebelum peluncuran, Senin (26/6), di Pendopo Bupati Pidie.
Disaksikan Pj Bupati Pidie beserta pemangku kepentingan pendidikan, beasiswa tersebut diterima oleh anak-anak korban dalam bentuk buku tabungan dan perangkat sekolah.
Abdul Kahar mengatakan, ada tiga tugas pokok bagi Kemendikbudristek dalam penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Pertama, menyediakan beasiswa bagi anak korban, kedua, menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan, dan yang ketiga, menyiapkan sarana dan prasarana untuk bidang kebudayaan.
Ia menambahkan, dalam kasus pelanggaran HAM berat tentunya banyak masyarakat yang merasa berhak mendapat perhatian dari pemerintah. Namun demikian, ada kriteria yang perlu diperhatikan terutama bagi Kemendikbudristek dalam pemberian beasiswa pendidikan.
“Kami terus berkoordinasi dengan dinas pendidikan daerah untuk memastikan anak-anak korban ini mendapatkan haknya di bidang pendidikan,” tuturnya.
Selanjutnya, Kahar juga mengatakan bahwa Kemendikbudristek terus berupaya agar anak-anak korban yang masih berusia sekolah tapi tidak bersekolah atau drop out (DO) dapat kembali ke sekolah.
Dan jika anak tersebut sudah lulus di satu jenjang pendidikan, lanjutnya, akan dipastikan untuk bisa meneruskan kembali ke jenjang pendidikan selanjutnya.
“Sedangkan yang sudah tidak usia sekolah atau tidak mau kembali sekolah, maka yang bisa kita lakukan adalah mengoordinasikannya ke pendidikan nonformal atau bahkan kementerian dan lembaga lain dengan program yang berbeda,” jelasnya.