Hentikan Kasus SPPD Fiktif KKR, Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Dilaporkan ke Kompolnas
“Masih ada opsi lain yang seharusnya dapat ditempuh untuk memulihkan kerugian keuangan negara tanpa harus menggunakan cara-cara impunitas,” tuturnya.
Sementara Plh Direktur LBH Banda Aceh Muhammad Qodrat mengatakan, dalih Polresta Banda Aceh yang menghentikan kasus ini karena adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan, dan Kepolisian bukanlah alasan atau dasar hukum yang sah.
MoU tersebut hanya kesepakatan yang dibuat antara Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan, dan Kepolisian. Kesepakatan mereka seharusnya tidak dapat mengesampingkan ketentuan undang-undang.
Apabila kesepakatan yang dibuat para pejabat itu dapat mengesampingkan ketentuan undang-undang, maka Indonesia akan menjadi negara kekuasaan (machstaat) dan kehilangan maknanya sebagai negara hukum.
Menurutnya, tidak ada alasan bagi Polresta Banda Aceh untuk menghentikan kasus ini.
Tindak pidana dan alat buktinya sudah sangat jelas. Penyidik harus segera melanjutkan penyidikan dan menetapkan tersangkanya.
“Penghentian kasus dugaan tindak pidana korupsi KKR Aceh oleh Polresta Banda Aceh hanya akan meningkatkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polisi,” jelasnya.
Keputusan Polresta Banda Aceh menghentikan kasus ini menunjukkan institusi Kepolisian itu tidak peka dan tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
Hal tersebut akan menjadi preseden buruk dalam upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Dengan adanya preseden ini, pejabat publik tidak akan segan lagi melakukan korupsi.
“Para koruptor bisa berlindung di balik skema pengembalian kerugian negara. Apabila perbuatan korupsinya terendus, para koruptor tinggal mengembalikan hasil curiannya dan perkara akan ditutup begitu saja,” sebutnya. (IA)