Mengkritisi Pengawasan Hakim Model Kerja Sama KY, Polri dan KPK
MoU antara KY, Polri dan KPK, yang dalam ranah kejahatan bukanlah tugas KY dalam bidang pelanggaran etika hakim, akan menjadi bersifat paradoksal dengan tugas dan fungsi KY yang semata-mata hanya di bidang etika, sekaligus menempatkan hakim pada objek pengawasan bukan pemuliaan, yang bisa bermaknakan pengawasan hakim cenderung karena sebagai penjahat bukan menjaga kemuliaan.
Sudah seharusnya semua pihak menyadari secara baik akan tugas dan fungsi masing-masing, sehingga dari pendekatan manajemen risiko, tugas dan fungsi yang dilaksanakan tidak cenderung melanggar tugas dan fungsinya secara baik.
Tugas dan fungsi harus dijadikan arah tugas dan fungsi sekaligus objek tugas dan fungsi, sehingga dari kemungkinan mitigasi risiko akan memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap tugas dan fungsi yang bisa berujung pada malpraktek atas tugas dan fungsi.
Jadikan tugas dan fungsi sesuai makna yang sesuai hakikatnya bukan ke arah pendekatan ke ranah kekuasaan, jika hal arah ranah kekuasaan yang menjadi pedoman dan pegangannya dalam pendekatan manajemen risiko akan cenderung terjadi bias atas kekuasaan, bisa jadi objek kekuasaan pengawasan KY semata masalah etika namun sudah merambah ke hakikat kekuasaan yang lain berupa ranah pidana khususnya kejahatan.
Terlebih jika dikaji nilai dalam makna filsafat, objek pelanggaran etika adalah semata-mata objek nilai dalam moral bukan objek yang lain, dalam etika akan terkait dengan nilai baik dan buruk, layak dan tidak layak, patut dan tidak patut, sopan dan tidak sopan, dan lain-lain, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai moral yang berkaitan dengan harkat dan martabat, yang bersifat untuk menjaga kemuliaan.
Bukan yang bidang lain yang bersifat cenderung merendahkan martabat hakim apalagi MoU di bidang kejahatan, yang bukan tugas dan fungsi.