Puluhan massa dari FPMPA menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRA, Selasa (22/9).
Banda Aceh – Puluhan massa yang tergabung dalam Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Se-Aceh (FPMPA) menggelar aksi unjuk rasa di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Selasa (22/9).
Dalam aksi ini, mereka menyuarakan dukungannya terhadap pelaksanaan proyek dengan anggaran tahun jamak (Multiyears) dalam APBA tahun 2020 – 2022 oleh Pemerintah Aceh.
Pengunjuk rasa menuntut DPRA untuk mencabut surat pembatalan MoU proyek multiyears. Menurut mereka proyek tahun jamak itu tidak bisa dibatalkan karena telah memiliki legalitas hukum dan didukung penuh oleh pemerintah pusat serta diperkuat melalui peraturan Kemendagri. FPMPA juga mempertanyakan apa esensi hukumnya sehingga DPRA menolak proyek tersebut.
“Kami mengecam bahwa pimpinan DPRA sudah salah kaprah dalam mengambil kebijakan serta mencerminkan sikap arogan sebagai mitra pemerintah dalam konteks menghambat percepatan pembangunan infrastruktur daerah melalui proyek tahun jamak,” demikian bunyi salah satu petisi aksi tersebut.
Para mahasiswa juga mengancam akan menyegel gedung DPRA dan menurunkan massa mahasiswa dari 23 kabupaten/kota di Aceh jika DPRA tidak mengindahkan aspirasi rakyat Aceh.
Jika pembatalan MoU proyek tahun jamak dan hak interpelasi DPRA tetap dilakukan, FPMPA akan melaporkan pimpinan DPRA ke Mahkamah Konstitusi karena pembatalan yang dilakukan dinilai tidak berdasar dan berakibat pada menghambat pembangunan infrastruktur dan perekonomian rakyat Aceh.
Dalam orasinya Koodinator Aksi FPMPA Iwan Kartiwan mengatakan, pembatalan MoU proyek multiyears tersebut oleh DPRA dinilai tidak sesuai prosedur hukum.
Dia juga mengklaim bahwa pelaksanaan proyek tersebut sudah mendapatkan back-up dari pemerintah pusat.
Wakil Ketua DPRA, Safaruddin dan beberapa anggota dewan sempat turun untuk menemui pengunjuk rasa FPMPA. Namun kedatangan para wakil rakyat itu tersebut ditolak karena mereka meminta Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin yang harus hadir.
“Yang kami mau Dahlan, bukan yang lain,” ujar Iwan Kartiwan.
Penolakan tersebut membuat wakil dan anggota DPRA akhirnya meninggalkan demonstran. Peserta aksi pun melanjutkan aksinya. Mereka juga tampak mengusung lima petisi tuntutan.
Berikut lima tuntutan Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh dalam aksi demo tersebut.
1. Menuntut Pimpinan DPRA untuk mencabut surat pembatalan MoU proyek multiyears contract, karena tidak berdasarkan prosedural hukum. Padahal yang jelas bahwa MOU proyek multiyears contract tidak bisa dibatalkan karena telah memiliki legalitas hukum dan di backup penuh oleh pemerintah pusat serta diperkuat pengecualian dengan peraturan Kemendagri.
2. Jika pihak DPRA tetap ingin membatalkan MOU proyek multiyears kontrak maka kami mempertanyakan “apa esensi hukumnya menolak MOU Proyek Multiyears tersebut”, kami meminta Pimpinan DPRA agar tidak terjadi untuk memberikan judical review Mahkamah Konstitusi agar tidak terjadi pembodohan publik.
3. Kami Mengecam bahwa Pimpinan DPRA sudah salah kaprah dalam mengambil kebijakan serta mencerminkan sikap arogansi sebagai mitra pemerintah dalam konteks menghambat percepatan pembangunan infrastruktur daerah melalui proyek Multiyears Aceh.
4. Jika aspirasi ini tidak dilaksanakan dan diselesaikan secara bijaksana maka “Tutup sajalah Gedung DPRA ini” dan kami akan mengerahkan massa pemuda dan mahasiswa dari 23 kabupaten/kota untuk menyegel Gedung DPRA ini karena tidak mengakomodir aspirasi seluruh Rakyat Aceh.
5. Jika Pembatalan MOU Proyek Multiyears Aceh dan hak interpelasi tetap dilaksanakan maka kami FPMPA akan melaporkan pihak Pimpinan DPRA ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena pembatalan yang dilakukan tidak memiliki dasar hukum dan menghambat proses pembangunan Infrastruktur serta perekonomian seluruh rakyat Aceh. (IA)



