Banda Aceh — Sekretaris Tim Satgas Saber Pungli Pusat Irjen Pol Dr Agung Makbul SH MH menjadi khatib pada pelaksanaan Salat Jum’at di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Jum’at (17/6/2022).
Dalam khutbahnya Agung Makbul mengingatkan seluruh umat muslim untuk tidak melakukan tindakan yang menzalimi orang lain. Salah satu tindakan itu adalah perilaku pungutan liar.
Ia menyampaikan, kerusakan akibat perilaku korupsi itu menjadi hambatan besar bagi bangsa ini untuk maju. Tidak terkecuali di Provinsi Aceh.
“Ancaman terdekat dalam kehidupan kita adalah pungutan liar,” kata Agung.
Jenderal polisi berbintang dua ini mengatakan, ditengah berbagai tantangan bangsa Indonesia baik dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya, dan ancaman ideologi, terdapat ancaman yang berada dekat dengan kita dan menjadi momok dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu terkait dengan pungutan liar.
“Dalam perspektif tindak pidana korupsi dinyatakan bahwa pungli adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau pegawai negeri atau pejabat negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut,” jelasnya.
Dampak pungli dapat mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, rusaknya tatanan masyarakat, menghambat pembangunan negara, merugikan masyarakat, menurunnya kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah, rusaknya moral generasi penerus bangsa dan dapat menimbulkan tindak kejahatan lainnya yang merugikan negara.
“Dalam hal ini Islam juga melarang adanya tindakan pungutan liar,” ungkapnya.
Lebih parahnya kata dia, pungli yang ada di bangsa kita ini terjadi sejak orang lahir sampai dengan orang meninggal dengan berbagai jenis pungli dalam pembuatan akta lahir sampai akta kematian.
“Maka dari itu jangan menjadi tukang pungli karema selain menzalimi orang lain juga merupakan dosa yang bisa mendatangkan azab dari Allah,” paparnya.
Pungli itu, tidak ada landasan aturan yang jelas, kini meresahkan masyarakat, sebab korban dari kegiatan ini mau tidak mau harus membayar sejumlah uang yang di tentukan oleh pelaku pungli agar urusan korban dalam mengurus sesuatu dapat diurus sebagaimana mestinya.
“Biasanya para pelaku pungli mengambil kesempatan untuk melakukan hal tersebut ketika seseorang ingin mengurus berkas yang bisa diselesaikan oleh pelaku atau berkaitan dengan pekerjaannya,” ungkapnya.
Seharusnya, masyarakat harus menyadari betul tentang bahaya pungli sehingga menjadi tanggung jawab bersama untuk menutup titik rawan pungli yang ada di sekitar kita.
“Kebiasaan pungli dengan dalih kasihan atau tidak mau ribet dalam berbagai urusan harus dihilangkan mulai dari kita sebagai umat yang beragama,” ungkapnya.
Dan yang lebih berbahaya lagi, kata Agung, praktik pungutan liar menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan merusak moral generasi penerus.
Kejahatan ini juga mendorong kejahatan lain yang merugikan kehidupan bernegara. “Di negeri ini, sejak orang lahir sampai dengan meninggal dunia jadi korban pungli,” kata Agung.
Mengutip pendapat Imam Adz Dzahabi, dalam kitab al-Kabair, Agung mengatakan perilaku pungutan liar (al-maksu) adalah satu dari 70 dosa besar.
Pungutan liar, kata Agung, sama dengan perampok jalanan dan lebih jahat dari seorang pencuri.
Orang yang mengambil pungutan liar, pencatat dan pemungutnya, semuanya bersekutu dalam dosa, sama-sama pemakan harta haram.
Agung juga mengutip pendapat Imam Nawawi, dalam kitab Syarh Shahih Muslim, yang menyebut pungutan liar adalah sejelek-jeleknya dosa.
Karena pungutan semacam ini hanyalah menyusahkan dan menzalimi orang lain.
Dalam khutbahnya itu, Irjen Agung Makbul juga menyoroti budaya permisif masyarakat terhadap praktik pungli. Budaya memberikan uang kepada pelayan masyarakat, dengan dalih “uang kopi” karena tidak mau disibukkan oleh satu urusan, harus dihilangkan.
“Sebagai umat Islam kita harus menjadi pioner dalam memberantas pungli untuk kemaslahatan umat. Sebab, pungli itu memakan harta orang dan dilarang dalam agama Islam, sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak. Tetapi harta orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizin pemiliknya atau tanpa mengikuti prosedur yang sah,” sebut Irjen Agung Makbul yang juga Staf Ahli Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Bidang Ideologi dan Konstitusi. (IA)



