Bener Meriah, Infoaceh.net — Sudah 22 hari berlalu sejak banjir bandang dan longsor meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Aceh. Namun hingga kini, ratusan ribu warga masih terjebak dalam kondisi darurat berkepanjangan dan merasakan kelaparan.
Akses jalan terputus, listrik dan jaringan komunikasi padam, logistik tersendat, serta distribusi gas elpiji belum sepenuhnya pulih.
Di banyak daerah terdampak, rumah warga rusak berat bahkan hanyut terbawa arus. Jalan-jalan menuju wilayah pedalaman belum juga dibuka sejak bencana terjadi.
Akibatnya, ribuan keluarga terpaksa bertahan dalam keterisolasian tanpa kepastian kapan kondisi akan membaik.
Wilayah dataran tinggi Gayo, yang meliputi Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan sebagian Gayo Lues, menjadi salah satu kawasan terparah.
Hingga kini, wilayah tersebut hanya dapat dijangkau melalui jalur udara, sementara akses darat menuju pedalaman masih lumpuh total.
Di Kabupaten Aceh Tengah, sebanyak 54.480 jiwa di 80 desa pada tujuh kecamatan masih terisolir. Untuk mencapai wilayah tersebut, warga maupun relawan harus berjalan kaki dan menyeberangi sungai dengan kabel sling, karena jembatan dan jalan utama rusak parah.
Tujuh kecamatan itu meliputi Bintang, Ketol, Celala, Kute Panang, Silihnara, Rusip Antara, dan Linge.
“Masih ada 80 kampung di tujuh kecamatan yang terisolir, dengan jumlah warga mencapai 54.480 jiwa,” kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Aceh Tengah, Mustafa Kamal, Rabu (17/12).
Kondisi tak jauh berbeda terjadi di Kabupaten Bener Meriah. Hingga Selasa (16/12), sebanyak 36.045 warga di 59 desa dalam enam kecamatan masih belum memiliki akses darat.
Kecamatan yang masih terputus meliputi Mesidah, Syiah Utama, Pintu Rime Gayo, Gajah Putih, Permata, dan Timang Gajah. Warga terpaksa berjalan kaki berjam-jam untuk mencari bahan pangan.
Sementara itu, listrik dan jaringan komunikasi baru pulih sebagian di Kecamatan Bukit, Wih Pesam, dan Bandar, itupun masih dilakukan secara bergilir. Di kecamatan lainnya, listrik dan sinyal masih padam sejak tiga pekan terakhir.
“Hanya tiga kecamatan yang listrik dan jaringannya sudah menyala. Kecamatan lain masih padam,” ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Posko Penanganan Bencana Hidrometeorologi Bener Meriah, Ilham Abdi.
Di Kabupaten Aceh Tamiang, hampir seluruh jalan menuju desa-desa terdampak belum dapat dilalui kendaraan. Akses hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki.
“Akses darat terputus, tidak bisa dilalui kendaraan. Warga masih terisolir,” kata Juru Bicara Pemkab Aceh Tamiang, Agusliayana Devita.
Kondisi serupa juga terjadi di wilayah lain seperti Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie Jaya, Bireuen, dan Lhokseumawe, yang masih menyisakan desa-desa tanpa akses darat memadai.
Data Posko Tanggap Darurat Bencana Aceh per Rabu (17/12) pukul 18.49 WIB mencatat 14 daerah masih berstatus tanggap darurat. Jumlah pengungsi mencapai 402.647 jiwa yang tersebar di 2.174 titik pengungsian.
Sementara itu, korban meninggal dunia tercatat 451 orang, dengan 31 orang masih dinyatakan hilang. Sedangkan 174.220 rumah warga dilaporkan rusak, sebagian besar rusak berat.
Direktur Eksekutif Katahati Institute, Raihal Fajri, menilai bahwa hingga hari ke-22, negara belum sepenuhnya hadir dalam memenuhi hak-hak dasar warga terdampak bencana ekologis.
Menurutnya, pelayanan dasar masih minim, sementara dampak bencana justru meluas hingga ke wilayah yang tidak terdampak langsung, seperti Banda Aceh dan Aceh Besar, yang masih mengalami krisis gas elpiji, pemadaman listrik, serta gangguan jaringan komunikasi.
“Situasi ini menunjukkan lemahnya komando penanganan bencana. Selain itu, penanganan juga belum berpihak pada kelompok rentan. Sampai hari ke-22, belum ada data terbuka mengenai kondisi ibu hamil, lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas, padahal regulasi BNPB mewajibkan perlindungan khusus,” tegas Raihal.



