INFOACEH.netINFOACEH.netINFOACEH.net
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Dunia
  • Umum
  • Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Gaya Hidup
Cari Berita
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Rights Reserved.
Font ResizerAa
Font ResizerAa
INFOACEH.netINFOACEH.net
Cari Berita
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Luar Negeri
  • Umum
  • Biografi Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Kesehatan & Gaya Hidup
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Rights Reserved.
Opini

Bencana Aceh-Sumatera, Negara Hadir dalam Rapat dan Pidato 

Last updated: Jumat, 19 Desember 2025 11:56 WIB
By Redaksi - Wartawati Infoaceh.net
Share
Lama Bacaan 4 Menit
Di saat air banjir menerjang rumah-rumah warga di Aceh-Sumatera, negara justru sibuk menata citra. Di tenda-tenda pengungsian, doa dilantunkan lirih oleh mereka yang kehilangan segalanya. (Foto: Ist)
SHARE
Oleh: Sri Radjasa (Pemerhati Intelijen)
Di saat air banjir menghancurkan rumah-rumah warga di Aceh dan sebagian Sumatera, negara justru sibuk menata citra. Di tenda-tenda pengungsian, doa dilantunkan lirih oleh mereka yang kehilangan segalanya.
Doa orang-orang teraniaya, yang dalam keyakinan agama diyakini tak berjarak dengan langit, kini menjelma menjadi kritik paling sunyi sekaligus paling keras terhadap kekuasaan yang kehilangan kepekaan.
Bencana banjir bandang dan longsor yang berulang bukan lagi peristiwa alam semata. Ia adalah hasil dari akumulasi panjang kebijakan yang menempatkan eksploitasi di atas perlindungan, pertumbuhan di atas keberlanjutan, dan kekuasaan di atas keselamatan rakyat.
Data kebencanaan nasional menunjukkan tren peningkatan frekuensi dan dampak banjir serta longsor. Namun pola respons negara nyaris tak berubah, yaitu reaktif, seremonial, dan miskin evaluasi struktural. Negara hadir setelah bencana, bukan sebelum petaka.
Dalam kontrak sosial modern, legitimasi negara lahir dari kemampuannya melindungi warganya.
Thomas Hobbes menyebut perlindungan sebagai inti dari ketaatan. Ketika negara gagal melindungi, ketaatan berubah menjadi keterpaksaan. Di sinilah problem kita hari ini.
Konstitusi menjanjikan pengelolaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Yang terjadi justru sebaliknya: kerusakan lingkungan meluas, daya dukung alam runtuh, dan rakyat kecil menjadi korban pertama.
Ironi makin kentara ketika krisis kemanusiaan berjalan beriringan dengan konflik elite. Alih-alih memusatkan energi pada penyelamatan korban, panggung politik nasional dipenuhi manuver kekuasaan.
Pembangkangan terhadap putusan lembaga hukum tertinggi dipertontonkan tanpa rasa malu. Presiden, sebagai pemegang otoritas tertinggi, memilih sikap minimalis, yakni diam yang dibaca publik sebagai pembiaran.
Dalam negara hukum, diam penguasa sering kali lebih berbahaya daripada keputusan yang keliru.
Sepak terjang aparat penegak hukum selama satu dekade terakhir juga meninggalkan jejak problematik. Institusi yang seharusnya menjadi penjaga keadilan justru dipersepsikan publik sebagai alat pengaman kekuasaan.
Kepercayaan publik tergerus, dan hukum kehilangan wibawanya. Max Weber mengingatkan, ketika otoritas legal-rasional digantikan oleh loyalitas personal, negara sedang bergerak menuju krisis legitimasi.
Fenomena “relawan” politik memperlihatkan degradasi makna solidaritas. Relawan semestinya hadir di lokasi bencana, memikul logistik, dan memulihkan harapan.
Namun yang tampak justru militansi membela figur dan simbol kekuasaan lama. Energi sosial diarahkan untuk mempertahankan berhala politik, bukan untuk menyelamatkan korban. Politik telah menggerus empati, menjadikan penderitaan sebagai latar belakang pertarungan elite.
Warisan sepuluh tahun kekuasaan sebelumnya meninggalkan bangsa yang terbelah. Hukum digunakan secara selektif, kritik diperlakukan sebagai ancaman, dan kekuasaan dipelihara melalui rasa takut.
Dalam situasi seperti ini, kepemimpinan baru seharusnya tampil sebagai koreksi sejarah. Reformasi struktural, penegakan hukum yang adil, serta pemulihan kepercayaan publik mestinya menjadi agenda utama.
Namun lebih dari setahun kepemimpinan berjalan, yang terlihat justru kecenderungan sebaliknya. Presiden tampak memilih menjadi tameng bagi kesalahan masa lalu, alih-alih membuka lembaran baru.
Kebijakan dan gaya kekuasaan menunjukkan pola yang familiar berupa sentralisasi wewenang, alergi terhadap kritik, dan pembiaran terhadap penyimpangan hukum.
Dalam kajian psikologi politik, ini dikenal sebagai otoritarian personality, yakni watak kekuasaan yang merasa selalu benar dan menolak koreksi.
Aceh memiliki ingatan kolektif yang panjang tentang luka dan ketabahan. Dari konflik bersenjata hingga tsunami, rakyat Aceh belajar bahwa negara sering datang terlambat. Hari ini, ketika banjir kembali merendam tanah mereka, sejarah seolah berulang. 
Negara hadir dalam pidato dan rapat, tetapi absen dalam kebijakan yang menyentuh akar persoalan.
Doa-doa dari pengungsian itu sejatinya bukan sekadar ekspresi religius. Ia adalah alarm moral bagi negara yang mulai kehilangan nurani.
Kekuasaan boleh kokoh secara formal, tetapi tanpa empati dan keadilan, ia rapuh secara etis. Sejarah selalu mencatat satu hal, bahwa negara tidak runtuh karena bencana alam, melainkan karena kegagalannya mendengar jerit rakyat yang memohon perlindungan.
Previous Article Tangis Kak Na Pecah di Sekumur yang Hancur Lebur
Next Article Jembatan Bailey Awe Geutah Rampung, Jalur Nasional Bireuen–Lhokseumawe Kembali Terhubung
Tidak ada komentar

Beri KomentarBatalkan balasan

Populer

Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem bersama Sekda Aceh M. Nasir Syamaun. (Foto: Ist)
Aceh
Rentetan Blunder Mualem Dinilai Cederai Penanganan Bencana Aceh
Jumat, 19 Desember 2025
Siapa Andini Permata Videonya Berdurasi 2 Menit 31 Detik Bareng Adiknya Viral di Medsos
Umum
Siapa Andini Permata? Sosok Fiktif di Balik Video 2 Menit 31 Detik yang Jadi Umpan Penipuan Digital
Jumat, 11 Juli 2025
Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem bersama kedua istrinya, Marlina Usman atau Kak Ana (Ketua TP PKK Aceh) dan Salmawati SE atau Bunda Salma (Anggota Komisi III DPRA). (Foto: Ist)
Aceh
Dua First Lady Aceh: Antara Kak Ana dan Bunda Salma, Siapa Paling Berpengaruh?
Kamis, 3 Juli 2025
Opini
Bencana Aceh-Sumatera, Negara Hadir dalam Rapat dan Pidato 
Jumat, 19 Desember 2025
Surat Warga
Pascabanjir Aceh, Pembangunan Rumah dan Pemulihan Ekonomi Rakyat Harus Dipercepat
Kamis, 18 Desember 2025

Paling Dikomentari

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah atau Dek Fad saat melepas pelari bercelana pendek di event olahraga FKIJK Aceh Run 2025 yang digelar di lapangan Blang Padang Banda Aceh, Ahad pagi (11/5). (Foto: Dok. Infoaceh.net)
Olahraga

Tanpa Peduli Melanggar Syariat, Wagub Fadhlullah Lepas Pelari Bercelana Pendek di FKIJK Aceh Run

Sabtu, 11 Oktober 2025
Anggota Komisi III DPR RI asal Aceh, M Nasir Djamil
Aceh

Komisi III DPR RI Minta Polisi Tangkap Gubsu Bobby Terkait Razia Mobil Plat Aceh

Minggu, 28 September 2025
UMKM binaan BRI sukses ekspansi pasar Internasional
Ekonomi

Negara Diam, UMKM Digasak Shopee-Tokopedia-TikTok

Jumat, 25 Juli 2025
Anggun Rena Aulia
Kesehatan & Gaya Hidup

Serba Cepat, Serba Candu: Dunia Baru Gen Z di Media Sosial

Minggu, 19 Oktober 2025
Fenomena penggunaan jasa joki akademik di kalangan dosen untuk meraih gelar profesor mulai menjadi sorotan di Aceh. (Foto: Ilustrasi)
Pendidikan

Fenomena Joki Profesor di Aceh: Ancaman Serius bagi Marwah Akademik

Jumat, 12 September 2025
FacebookLike
XFollow
PinterestPin
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TiktokFollow
TelegramFollow
WhatsAppFollow
ThreadsFollow
BlueskyFollow
RSS FeedFollow
IKLAN HARI PAHLAWAN PEMKO
IKLAN PEMKO SABANG SUMPAH PEMUDA
IKLAN BANK ACEH HARI SANTRI
IKLAN DJP OKTOBER 2025

Berita Lainnya

Lebih 100 organisasi masyarakat sipil melayangkan somasi dan mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional atas banjir-longsor besar yang melanda Aceh-Sumatera. (Foto: Ist)
Opini

Narasi Pemerintah Runtuh: Bencana Sumatera Ungkap Negara Tak Mampu ‘Menangani Sendiri’

Jumat, 12 Desember 2025
Opini

Banjir Sumatera dan Jejak Kayu yang Mengkhianati Hutan

Selasa, 2 Desember 2025
Dr (cand) Yohandes Rabiqy, SE., MM
Opini

250 Ton Beras Masuk Tanpa Izin: Bukti BPKS Terlalu Lama Dibiarkan Tanpa Pengawasan

Senin, 24 November 2025
Peta Wilayah Kerja Migas Aceh (Dok. Dinas ESDM Aceh)
Opini

Tiga Proyek Migas Aceh: Banyak Panggung, Minim Bukti

Kamis, 20 November 2025
Dr (cand) Yohandes Rabiqy, SE., MM
Opini

20 Tahun Menghabiskan APBN: BPKS Layak Dievaluasi atau Dibubarkan

Senin, 17 November 2025
Dr (cand) Yohandes Rabiqy, SE., MM
Opini

Aceh Kaya Energi, Tapi Miskin Otoritas

Sabtu, 15 November 2025
Riza Syahputra
Opini

Fobia Terbesar Pejabat Indonesia: Bukan Neraka, Tapi Kehilangan Jabatan

Rabu, 12 November 2025
dr. Suzanna Octiva SpKJ
Opini

Ketika Penjaga Kesehatan Aceh Bertahan Tanpa Kepastian

Rabu, 12 November 2025
TAMPILKAN LAINNYA
INFOACEH.netINFOACEH.net
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Right Reserved.
Developed by PT. Harian Aceh Indonesia
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer
Logo Info Aceh
Selamat datang di Website INFOACEH.net
Username atau Email Address
Password

Lupa password?