Bawa pesan perawatan kulit alami dan aman untuk pemilik kulit sensitif
Banda Aceh, Infoaceh.net – Membawa kekayaan alam Aceh ke pentas dunia, Farhaniza, founder dari brand personal care Yagi Forest, menjadi satu-satunya pelaku UMKM asal Aceh yang terpilih tampil di World Expo 2025 Osaka, Jepang.
Ia bergabung bersama 39 UMKM perempuan lainnya yang dikurasi oleh Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) dalam ajang bergengsi bertajuk Rolling Exhibition.
Yagi Forest dikenal sebagai merek perawatan tubuh alami yang mengangkat bahan baku khas hutan Aceh, seperti minyak nilam, kopi Gayo, kelapa, bunga champaca, dan aneka herbal lokal lainnya.
Produk-produk ini diformulasikan secara modern berbasis riset dan teknologi, namun tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Aceh.
“Selama ini, banyak kekayaan alam Aceh yang belum dikenal luas. Melalui Yagi, saya ingin menunjukkan bahwa kita punya bahan baku yang tidak hanya alami dan berkhasiat, tapi juga layak bersaing di pasar internasional,” ujar Farhaniza.
Produk unggulan Yagi Forest antara lain Body Butter, Gentle and Mild Head to Toe Wash, dan Natural Deodorant.
Semuanya diformulasikan tanpa bahan kimia berbahaya, aman bagi pemilik kulit sensitif—termasuk penderita eksim dan psoriasis—dan telah tersertifikasi BPOM, halal, serta ecosert. Selain itu, seluruh produk dibuat secara etis dengan prinsip keberlanjutan.
“Banyak pelanggan kami memiliki kondisi kulit sensitif. Setelah mencoba berbagai merek, mereka akhirnya menemukan kenyamanan dengan produk kami. Testimoni seperti itu sangat berarti dan menjadi semangat kami untuk terus berinovasi,” tambahnya.
Mengusung tema “Designing Future Society for Our Lives”, World Expo 2025 menjadi panggung penting bagi UMKM seperti Yagi Forest untuk menjangkau pasar global, membuka peluang ekspor, menjalin kolaborasi internasional, hingga menciptakan lapangan kerja baru lewat inovasi berbasis alam.
Kehadiran Yagi Forest di Osaka bukan sekadar pencapaian pribadi, tapi juga representasi dari potensi besar Aceh yang belum tergarap maksimal.
“Ini bukan akhir perjalanan, melainkan awal dari mimpi besar: membawa kebaikan dari hutan Aceh ke lebih banyak rumah di seluruh dunia,” tutup Farhaniza penuh harap.
