Jakarta, Infoaceh.net — Lebih 100 organisasi masyarakat sipil secara tegas melayangkan somasi dan mendesak Presiden RI Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional atas banjir dan longsor besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Desakan ini muncul akibat situasi kemanusiaan yang terus memburuk serta lambannya penanganan pemerintah pusat.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Rabu, 10 Desember 2025, koalisi masyarakat sipil menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap bencana ekologis yang telah menimbulkan kerugian besar, baik dari aspek kemanusiaan, lingkungan, maupun sosial ekonomi.
974 Meninggal, 298 Hilang: Korban Terus Bertambah
Hingga 8 Desember 2025, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 974 orang meninggal dunia dan 298 orang masih hilang.
Angka tersebut diperkirakan terus bertambah mengingat banyak wilayah masih sulit dijangkau dan proses evakuasi terhambat.
Puluhan ribu warga juga terpaksa mengungsi. Kondisi kelompok rentan – termasuk perempuan, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas – dinilai sangat mengkhawatirkan akibat minimnya layanan kesehatan, kurangnya akses air bersih, sanitasi layak, serta kebutuhan dasar seperti pembalut dan layanan kesehatan reproduksi.
“Setiap jam keterlambatan adalah bentuk kelalaian negara terhadap keselamatan warganya,” tegas koalisi tersebut.
Infrastruktur Lumpuh, Banyak Daerah Terisolasi
Kerusakan infrastruktur terjadi secara masif. Banyak akses jalan terputus, jembatan roboh, dan jaringan komunikasi lumpuh, mengakibatkan wilayah-wilayah terdampak terisolasi dan tidak mendapatkan suplai logistik yang memadai.
Kondisi ini mempertegas perlunya intervensi cepat pemerintah pusat, karena pemerintah daerah dinilai tidak memiliki kapasitas memadai untuk menangani bencana dengan skala sebesar ini.
Selain korban jiwa, kerugian sosial-ekonomi mencakup ribuan rumah rusak, sentra ekonomi lumpuh, pertanian hancur, dan aktivitas masyarakat terhenti total. Banyak warga kehilangan mata pencaharian dan belum mendapatkan bantuan untuk kebutuhan dasar.
Koalisi menilai, pemulihan dalam skala besar mustahil ditangani pemerintah daerah sendiri, sehingga penetapan bencana nasional diperlukan agar anggaran dan sumber daya nasional dapat dikerahkan secara penuh.
Dalam pernyataannya, masyarakat sipil menegaskan bahwa kerusakan ekologis tidak berdiri sendiri. Mereka menyoroti bahwa eksploitasi lingkungan oleh perusahaan swasta, termasuk kegiatan yang tidak sesuai dengan izin hingga aktivitas ilegal, menjadi faktor penting yang memperparah dampak bencana.
Karena itu, mereka menilai tanggung jawab tidak hanya berada di tangan negara, tetapi juga pelaku usaha.
“Dimensinya bukan sekadar gugatan perdata, melainkan pertanggungjawaban pidana karena sudah termasuk kategori Kejahatan Ekosida,” tulis pernyataan tersebut.
Penetapan Bencana Nasional Buka Jalan Investigasi Menyeluruh
Koalisi menekankan penetapan status bencana nasional akan memungkinkan investigasi lintas wilayah untuk mengungkap penyebab struktural bencana, termasuk kelalaian tata kelola, pelanggaran izin dan potensi konflik kepentingan.
Mereka juga menyinggung perlunya audit menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga terkait dengan kerusakan lingkungan, termasuk menelusuri kepemilikan, penerima manfaat, hingga kemungkinan keterkaitan dengan pendanaan politik di pemilu maupun hubungan dengan pejabat pemerintah.
Tuntutan dari Lebih dari 100 Organisasi
Pernyataan ini ditandatangani oleh lebih dari 100 organisasi masyarakat sipil dari seluruh Indonesia. Di antaranya: WALHI dari berbagai provinsi, YLBHI dan jaringan LBH se-Indonesia, Greenpeace Indonesia, KontraS, JATAM, Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia,, Auriga Nusantara, Jaringan Pantau Gambut serta puluhan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Di akhir pernyataan, organisasi-organisasi ini menegaskan bahwa situasi di Aceh, Sumut, dan Sumbar telah memenuhi seluruh indikator bencana nasional, baik dari aspek korban, kerusakan infrastruktur, dampak ekonomi, maupun cakupan wilayah.
“Maka kami mendesak Presiden segera mengambil keputusan demi kemanusiaan, keselamatan, dan masa depan masyarakat terdampak.”



