Jakarta,Infoaceh.net — Pengacara dan pengamat hukum Ahmad Khozinudin menilai pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang berencana menutup utang proyek kereta cepat Whoosh menggunakan uang sitaan koruptor adalah langkah keliru.
Menurutnya, uang hasil sitaan korupsi merupakan milik rakyat, bukan dana pribadi pemerintah atau pejabat negara.
“Uang sitaan koruptor itu uang rakyat. Ngapain untuk tombok korupsi Whoosh-nya Jokowi dan Luhut Panjaitan?” ujar Ahmad, dikutip Jumat (7/11/2025).
Ia menilai, baik menggunakan uang sitaan korupsi maupun dana APBN, keduanya sama-sama bentuk beban kepada rakyat. Ahmad menyebut Prabowo dan timnya tidak siap menghadapi kemarahan publik, apalagi sebelumnya Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sempat mengusulkan agar utang Whoosh ditutup melalui APBN.
“Wajar rakyat marah. Karena APBN berasal dari pajak rakyat, bukan hasil iuran Presiden dan Menteri,” tegasnya.
Ahmad menjelaskan, uang sitaan hasil penegakan hukum tetap tergolong sebagai uang publik karena diperoleh melalui aparat negara yang digaji dari pajak rakyat.
Karenanya, semua hasil sitaan wajib dikembalikan kepada masyarakat melalui mekanisme penerimaan negara bukan pajak (PNBP), bukan digunakan untuk menambal utang proyek pemerintah.
“Maka seluruh sitaan itu hakikatnya milik rakyat dan wajib dikembalikan kepada rakyat, bukan untuk talangi utang Whoosh,” katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa uang sitaan harus digunakan untuk program pro-rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan subsidi, bukan untuk menyelamatkan proyek ambisius yang sarat dugaan penyimpangan.
“Uang sitaan wajib digunakan untuk kepentingan rakyat. Tidak boleh langsung dialokasikan untuk proyek tanpa pembahasan di APBN,” ujarnya.
Ahmad juga mendesak agar proyek Whoosh diaudit menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menyebut, KPK dapat menjerat para pelaku dengan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 12B UU Tipikor, serta menggunakan Pasal 18 untuk menyita aset yang diperoleh dari tindak pidana.
“Semestinya proyek Whoosh diaudit BPK dan disidik KPK, bukan sekadar diselidiki. KPK bisa menjerat pelakunya dengan pasal korupsi dan penyitaan aset,” tegas Ahmad.
Ia bahkan menyarankan agar harta kekayaan Jokowi dan Luhut disita untuk menutupi kerugian proyek, agar utang Whoosh tidak menjadi beban publik.
“Agar utang Whoosh tidak membebani rakyat, terapkan Pasal 18 UU Tipikor. Harta kekayaan Jokowi dan Luhut bisa disita untuk menutup utang itu,” tandasnya.
Ahmad menutup dengan sindiran tajam: jika Jokowi dan Luhut keberatan, keduanya bisa membawa proyek itu sebagai “warisan pribadi.”
“Kalau mereka mau, silakan bawa kereta China itu ke Solo atau ke Toba untuk warisan anak cucu mereka. Tapi hartanya tetap harus disita KPK,” pungkasnya.



