Jakarta, Infoaceh.net – Skala kerusakan akibat banjir bandang dan longsor besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat pada akhir November 2025 dinilai mencapai titik yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pengurus Pusat Taman Iskandar Muda (PPTIM) menyebut dampaknya bahkan melampaui intensitas kerusakan awal tsunami Aceh 2004, terutama dari sisi luas wilayah terimbas yang mencakup daerah lebih besar dari Pulau Jawa.
Dalam pernyataan resminya, PPTIM mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil langkah-langkah luar biasa dan cepat. Lembaga itu menilai bahwa kondisi darurat yang terjadi tidak memungkinkan penanganan standar birokrasi biasa, tetapi memerlukan komando terpadu, cepat, dan terfokus.
Dampak Kerusakan Dinilai Melampaui Kapasitas Nasional
Ketua Umum PPTIM, Muslim Armas, menjelaskan banjir besar ini telah menimbulkan kerusakan parah pada infrastruktur dasar, terutama jalur transportasi, jembatan, jaringan listrik, serta akses menuju daerah-daerah terdampak. Banyak kawasan disebut masih dalam kondisi terisolasi total.
“Skala kerusakan akibat bencana kali ini bahkan melebihi dampak awal tsunami Aceh 2004. Wilayah terdampak langsung maupun tidak langsung meliputi area yang lebih luas dari Pulau Jawa,” ujar Muslim Armas dalam Rapat Kerja II PPTIM di Aula Masjid Baiturrahman kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2025).
Ia menambahkan situasi ini mengharuskan pemerintah segera membentuk lembaga khusus yang bertanggung jawab terhadap rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang pascabencana, mirip dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang dibentuk pada era pascatsunami 2004.
Infrastruktur Rusak Parah, Bantuan Terhambat
Banjir dan longsor besar ini menghancurkan sejumlah jalur vital seperti: jalan nasional penghubung antarkabupaten, jembatan di wilayah Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Timur, akses darat menuju Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara.
Kerusakan ini menyebabkan evakuasi korban dan distribusi bantuan logistik berjalan sangat lambat.
“Jangan sampai warga menunggu lebih lama hanya karena jalur utama tidak segera dipulihkan,” tegas Muslim Armas.
PPTIM meminta pemerintah untuk segera menerjunkan alat berat dan memastikan suplai bahan bakar tambahan agar proses pembukaan akses tidak terhenti.
Untuk wilayah yang sama sekali tidak bisa ditembus kendaraan, ia meminta agar distribusi bantuan dilakukan melalui jalur udara.
“Jika dibutuhkan, angkut dengan helikopter. Ini soal nyawa dan waktu,” kata Muslim.
Banyak Wilayah Belum Tersentuh Bantuan
Hingga kini, laporan lapangan menyebut masih banyak daerah yang belum menerima bantuan memadai, terutama logistik, air bersih, dan perlengkapan medis.
Sebagian besar wilayah masih terisolasi akibat putusnya jalur darat dan tertutupnya jalur sungai.
Beberapa bupati di Aceh dikabarkan telah menyampaikan bahwa mereka kewalahan dalam menyediakan distribusi air bersih untuk ribuan penyintas yang mengungsi pada bangunan publik dan dataran tinggi.
Desak Pembukaan Bantuan Asing
Dalam situasi ini PPTIM menilai bahwa kapasitas nasional sudah tidak lagi mencukupi. Oleh karena itu pemerintah didesak membuka akses bantuan internasional.
“Prinsipnya sederhana: selamatkan dulu warga kita. Jika negara sahabat siap membantu, tidak ada alasan untuk menutup akses tersebut,” ujar Muslim Armas.
Menurutnya, dukungan internasional sangat diperlukan untuk: mempercepat distribusi logistik, pemulihan infrastruktur vital, penyediaan tenaga SAR tambahan, suplai air bersih dan sanitasi darurat.
PPTIM Minta Penetapan Status Darurat Bencana Nasional
Untuk mempercepat dan mempermudah koordinasi lintas lembaga, PPTIM mendorong pemerintah pusat menetapkan status Darurat Bencana Nasional. Penetapan status ini diyakini akan mempermudah mobilisasi bantuan, meningkatkan kewenangan pengambilan keputusan, serta mempercepat pengerahan sumber daya dari berbagai instansi.
Muslim Armas meminta Gubernur Aceh Muzakir Manaf segera menyurati Presiden Prabowo Subianto agar proses penetapan status Darurat Bencana Nasional dapat dilakukan secepatnya.
“Koordinasi harus terpusat. Tanpa status darurat nasional, respon akan terhambat. Dan rakyat tidak bisa menunggu lebih lama,” tegasnya.
PPTIM menekankan pentingnya keterbukaan informasi publik dalam proses penanganan bencana. Transparansi mengenai jumlah korban, perkembangan kondisi lapangan, serta alur bantuan dinilai penting untuk menjaga kepercayaan publik dan menghindari simpang siur informasi.
“Tanpa keterbukaan, penanganan bencana akan menghadapi tantangan tambahan berupa kesimpangsiuran informasi,” tegas pernyataan resmi PPTIM.



