BANDA ACEH — Munculnya nama mantan Pangdam Iskandar Muda (IM) Mayjen TNI Ahmad Marzuki sebagai salah satu calon Penjabat (Pj) Gubernur Aceh dalam usulan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menjadi tanda tanya soal komitmen DPRA terkait kriteria harapan rakyat Aceh yang pernah disampaikan.
Dimana poin pertama dari kriteria harapan rakyat itu adalah orang Aceh.
“DPRA pernah mengutarakan harapan rakyat bahwa kriteria calon Pj Gubernur Aceh itu salah satunya adalah orang Aceh atau putera Aceh, dan para ulama juga dalam taushiyahnya mengusulkan kriteria Pj Gubernur adalah putera Aceh. Sementara faktanya begitu Mendagri memberikan kesempatan untuk mengusulkan nama calon Pj Gubernur versi DPRA justru diusulkan salah satunya adalah AM yang jelas-jelas bukan putera Aceh. Ini tentunya jadi tanda tanya publik, kok DPRA tiba-tiba tidak konsisten,” ungkap Koordinator Solidaritas Angkatan Pemuda Aceh (SAPA) Irvan dalam keterangannya kepada media, Kamis (23/6/2022).
Kendatipun AM, kata Irvan, pernah bertugas di Aceh, namun hanya satu tahun dan secara jelas tak memahami betul persoalan Aceh.
“Di sini kita bisa melihat, hampir tak ada kriteria awal yang dijaring DPRA dari masyarakat yang sesuai dengan nama AM untuk diusulkan sebagai Pj Gubernur Aceh versi DPRA. Hal ini seakan menunjukkan DPRA seperti sedang menjilat ludah sendiri. Awalnya mengusulkan putra Aceh tapi sekarang nama uang diajukan justru bukan orang Aceh. Sangat memilukan,” ujarnya.
Dia menambahkan, walaupun AM disebut-sebut merupakan salah satu pejabat yang pernah bertugas di Aceh dan disinyalir menjadi komisaris salah satu perusahaan galian C di Aceh Jaya, bukan berarti yang bersangkutan sudah memahami riil persoalan Aceh.
“Cuma tugas satu tahun di Aceh, seakan-akan sudah menjadi orang Aceh dan paham persoalan Aceh. Ini sangat ambigu. Apakah ada titipan tertentu, itu patut diduga, karena simsalabim diusul di luar kriteria yang pernah disampaikan,” sebutnya.
Pihaknya berharap Presiden dengan segenap kebijaksanaannya untuk mengabaikan kandidat Pj Gubernur usulan DPRA karena tidak representatif harapan rakyat Aceh.
